Willem Wandik (Wakil Bangsa Papua)

Beranda » Otsus » Injil Memberkati Tanah Papua di Usia ke 168 Tahun || Tanah Papua Masih Berdarah

Injil Memberkati Tanah Papua di Usia ke 168 Tahun || Tanah Papua Masih Berdarah

Willem Wandik S.Sos (Ketum DPP GAMKI) – Hut Injil masuk Tanah Papua yang diperangati di Tanah Papua berdasarkan SK Gubernur Nomor 140/2008, tidak hanya menjadi acara seremonial belaka, merayakan masuknya injil sebatas rutinitas simbolis “ibadah ritual, acara makan bersama, aktivitas kumpul bersama, perayaan di instansi pemerintah, rumah ibadah, dan lingkungan masyarakat”, tetapi jauh lebih dari itu, peringatan masuknya injil ke Tanah Papua yang telah memasuki usia ke-168 tahun harus dimaknai berdasarkan firman Tuhan dalam Alkitab: 

“Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu” Yohanes 14:27

“Iklan Youtube, jangan lupa ikuti materi Willem Wandik S.Sos melalui Yotube Official:

Orang-orang kristen, yang mengikuti ajaran Tuhan Yesus sangat mengenal isi firman Tuhan ini, melalui “penyaliban – Yesus sacrifice”, Tuhan telah memberikan orang-orang Papua penebusan akan kehidupan yang damai dan sejahtera. Dalam Al-Kitab, “frasa damai sejahtera itu” bukan keadaan kondisional, yang mensyaratkan alasan keterikatan “bendawi/duniawi”, seperti harus makan untuk dapat merasakan kenyang, harus minum untuk meredakan rasa dahaga, harus tidur untuk meredakan rasa ngantuk, dan lain sebagainya.

Namun, “frasa damai sejahtera” yang dijaminkan oleh Al-Kitab itu memberikan “kepastian asali, hakiki, kebenaran tanpa membutuhkan prasyarat, sebab “frasa damai sejahtera” itu adalah pemberian Tuhan yang kekal, tidak dapat dinilai dengan nilai kebendaan, apalagi harus disandingkan dengan alasan “duniawi” yang dangkal seperti: Jalan Jalan sudah dibangun, kota kota kabupaten/provinsi sudah ramai, mal-mal megah sudah berdiri, dana otsus sudah diberikan.. 

Namun dibalik “keterikatan duniawi” tersebut, masih banyak keluarga di Tanah Papua yang hidup dalam ketakutan setiap harinya, tidak aman ketika pergi berkebun, merayakan natal tiap tahun dalam keadaan ketakutan, para gembala/pendeta/pelayan keagamaan harus meregang nyawa karena peristiwa salah tembak – yang berasal dari sikap paranoid aparatur keamanan yang terlampau curiga “refleksi status operasi militer”. 

Dalam bahasa yang sederhana dan simpel, jangan engkau berikan “makanan yang lezat dan mewah”, namun dalam waktu yang bersamaan, engkau justru merampas hak hidup orang orang yang engkau beri makan. 

      
Tidak berguna hadirnya “harta kebendaan”, jika setiap nyawa di atas Tanah Papua, masih mudah untuk dihilangkan, darah begitu murah untuk ditumpahkan. Eksistensi OAP – rakyat Papua itu bukanlah hewan yang dapat dibunuh dengan sesuka hati, lalu hukum negara tidak berlaku kepadanya.

Bagaimana jika kehendak datangnya “kekacauan dan pertumpahan darah itu” berasal dari luar kehendak orang Papua sendiri, seperti “ramainya” kepentingan bisnis para konglomerasi – kekuasaan (pengusaha, politisi, pejabat nasional), di hutan hutan dan gunung-gunung di Tanah Papua, merampas setiap jengkal sudut lahan dengan ijin ijin konsesi pertambangan dan perkebunan, dengan menggunakan pengawalan jasa keamanan “oknum” angkatan bersenjata resmi sebuah negara. 

Yang bahkan parahnya lagi, Gunung-Gunung/Lembah-Lembah/Hutan-Hutan yang menjadi “rumah kehidupan masyarakat adat Papua” digali, diperas, di eksploitasi, hanya untuk dijadikan “wadah disposal = tempat pembuangan” semua dampak negatif dari aktivitas investasi pertambangan dan perkebunan (kerusakan lingkungan, konflik berdarah, perampasan lahan, penembakan, intimidasi, kesenjangan sosial), sedangkan daerah lain justru menikmati keuntungan pengiriman material mentah dari lubang-lubang galian/hutan hutan yang dijarah yang berasal dari Tanah Papua.

Tanpa rasa malu, pemimpin nasional mengumumkan secara terbuka, pengumuman keberhasilan pembangunan hilirisasi pengolahan tembaga, perak dan anode slime – emas, di daerah Gresik Jawa Timur yang menelan biaya 1,6 Miliar USD – setara 24 Triliun Rupiah (kurs 15 Ribu/USD). 

Tuhan berfirman: “Janganlah merampasi orang lemah, karena ia lemah, dan janganlah menginjak-injak orang yang berkesusahan di pintu gerbang. Sebab TUHAN membela perkara  mereka, dan mengambil nyawa orang yang merampasi mereka”. Amsal 22-23

Dalam banyak kesaksian sebagai penyelenggara negara sejak terpilih menjadi anggota parlemen RI di senayan, sejak 2014 silam. Saya menyaksikan dari dekat, perjuangan kolektif Gubernur Papua Lukas Enembe bersama kami, yang menegosiasikan “kedaulatan pengelolaan sumber daya alam” di Tanah Papua, untuk kesejahteraan rakyat Papua itu sendiri, sebagaimana ajaran firman Tuhan yang telah memberikan pencerahan “enlightenment” sejak 168 tahun yang lalu (momentum peringatan HUT Injil di tahun 2023 ini), yaitu untuk menghadirkan “damai sejahtera” di Tanah Papua, justru banyak ditentang oleh “kekuasaan konglomerasi” di Jakarta. 

Bahkan Gubernur Lukas Enembe bersama-sama Majelis Rakyat Papua pada tahun 2015, mengumumkan pernyataan bersama menolak “ide-ide Jakarta” untuk membangun smelter Freeport di daerah Gresik Jawa Timur, namun, apa yang terjadi sesudah itu? 

Gubernur Papua LE kemudian dijadikan “Obyek TO” para kaki tangan kekuasaan “menggunakan perangkat hukum negara” untuk berusaha menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe dengan kasus ecek-ecek.. Dalam perjalanan sejak pernyataan keras LE tersebut, banyak upaya penangkapan dan perangkap yang terus di “lancarkan” untuk menekan Gubernur LE menyerah dengan ide kerasnya menolak hilirisasi smelter di luar Tanah Papua.

Jika seandainya, Gubernur LE mau mengikuti keinginan dan kepentingan elit konglomerasi nasional, duduk manis sebagai gubernur “boneka” yang nurut dengan apa saja keinginan penguasa nasional, maka tentunya Gubernur LE akan dijadikan “anak emas” dengan jaminan masa pensiun di akhir masa jabatan “happy ending”..

Maka tidak mengherankan, jika peristiwa yang terjadi pada Gubernur LE dapat menjadi salah satu contoh nyata, visi damai  sejahtera yang dibawa oleh Injil sejak 168 Tahun yang lalu, masih belum hadir di Tanah Papua, dimana sekelas tokoh publik yang memiliki andil besar membangun Tanah Papua, ketika berdiri pada posisi bertentangan dengan kepentingan “konglomerasi nasional”, maka sejak saat itu, “status dan kedudukannya” telah di vonis mati. 

Dizaman ini, tidak lagi menjadi “perkara” yang basa-basi, jika instrumen hukum “alat kuasa negara” sering digunakan untuk memberangus lawan-lawan kepentingan pihak yang mengontrol dan mengendalikan kuasa. 

      
Apalah daya posisi “seorang Gubernur”, dengan hadirnya begitu banyak “pelacuran” Undang-Undang/Perpu, yang berusaha melemahkan posisi Gubernur/Bupati/Walikota sebagai Kepala Daerah, yang dahulunya memiliki kekuasaan penuh dalam pelaksanaan otonomi daerah, namun dengan perubahan UU/Perpu yang begitu banyak, status “Otoritatif” tersebut, perlahan hanya tinggal “tukang stempel” saja, dimana segala keputusan strategis dikembalikan ke tangan penguasa Jakarta. 

Seorang pejabat daerah, dengan pendukung yang banyak, tidak berdaya menghadapi, gerakan “makar/jahat” yang merongrong Tanah Papua, para penguasa konglomerasi tersebut, sejatinya tidak “memiliki ketakutan terhadap acaman Tuhan”, karena akidah teologi ketuhanan mereka adalah “Uang, Posisi Jabatan, Kekayaan”. 

Maka dalam momentum hari perayaan masuknya Injil ke Tanah Papua dalam usia ke 168 Tahun, kami mengajak putra-putri OAP di Tanah Papua, untuk merefleksikan “kebenaran, bebaikan, perjuangan melawan kezaliman” apapun risiko dan konsekuensinya. Sebab, berkaca dari nilai-nilai luhur yang hidup diatas Tanah Papua, yang diwarnai oleh ajaran Injil yang mulia, maka sudah sepantasnya “kita semua” berkhikmat untuk melahirkan tujuan asali, tujuan hakiki, ajaran Tuhan Yesus di atas Tanah Injil – Tanah Papua, yaitu menghadirkan “Damai Sejahtera, Tanpa Rasa Takut Sedikitpun, Terhadap Ancaman Manusia – bendawi, sebab Tuhan Yesus telah membaptis “jiwa – mental – rohani” rakyat OAP dengan jaminan keabadian disisi-Nya.. Ameen

HORAS .. 

Maturnuwun ..

Wa Wa Wa ..

Willem Wandik S.Sos

Waketum DPP Demokrat

Ketum DPP GAMKI

PLT. Ketua DPD Demokrat Papua

House of Representatives Republic Indonesia

https://www.kompasiana.com/willemwandikdpr


1 Komentar

  1. Bung Yeromi berkata:

    Ulasan yang sangat luar biasa. Hormat kakanda

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: